Darurat Sampah
Selasa, 5 September 2023 12:59 WIBSampah saat ini sudah menjadi isu besar dan merupakan permasalanan bersama dan perlu solusi untuk jangka pendek dan jangka panjang.
DARURAT SAMPAH
Sampah
Pagi tadi, mendapatkan kabar dari group WA, dari salah satu pondok pesantren yang menjelaskan, bahwa di Kota Yogjakarta, sedang darurat sampah. Menurut kamus Bahasa Indonesia, arti darurat adalah keadaan sukar (sulit) yang tidak tersangka-sangka yang memerlukan penanggulangan segera. Dalam arti tentang darurat sampah, bisa jadi keadaan yang perlu ditangani segera dengan tidakan yang tepat.
Permasalah sampah terjadi dimana-mana, tak hanya kota besar dengan penduduk yang padat, namun di perdesaan juga sudah mengalami hal yang demikian. Bahkan masyarakat di daerah hulu yang masih membuang sampah sembarangan, akan mengirimkan sampah melalui sungai saat hujan dan terjadi banjir ke perkotaan. Atau masyarakat desa di mana lokasinya menjadi pembuangan sampah atau TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dari sampah perkotaan dan belum semua diproses, atau malah dibakar, akan menjadikan bencana lingkungan, terutama pencemaran. Seperti yang terjadi akhir-akhir ini.
Semalam ada kuliah melalui on line yang menyinggung salah satunya adalah permasalah sampah. Kursus on line yang digagas oleh Pusat Pengajian Islam Universitas Nasional (PPI Unas) Jakarta ini mengembangkan program ekopesantren. Program ini memiliki 10 program dan diikuti oleh 50 pondok pesatren di Sumatera dan Jawa.
Dalam diskusi di WAG, ada yang menyarankan, pemilahan sampah, namun rupanya sudah banyak yang melakukan pemilahan, namun permasalahan sampah belum bisa tuntas. Terus dan terus sampah menumpuk. Pertambahan penduduk dan atau anak didik di pondok pesantren juga bertambah, sehingga hal ini perlu terobosan bagaimana menangani hal ini.
Ada sebuah pondok pesantren yang besar, santri lebih dari 10 ribu, kemudian para pendidik atau ustadz lebih daari 100 yang tinggal dikomplek. Kalau satu keluarga ada 2 anak balita, dan setiap hari menggantikan 2 kali, tentu sudah menghasilkan sampah popok sekali pakai 400 popok. Belum sampah yang lain, seperti masker ketika pandemi, tentu menjadi permasalahan tersendiri, entah berapa kali ganti masker yang baru.
Jaman on line, semua belanja melalui aplikasi, juga disinggung oleh pembicara yaitu Prof. Dr. M. Amin Abdullah yang pernah menjabat Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta selama 2 periode (2005-2010) tersebut tentang hal itu. Rupanya belanja makanan on line juga menambah jumlah sampah. Biasa jajan atau makan di warung atau restoran, dengan menggunakan piring, bisa dicuci, sekarang belanja on line, tentu menambah plastik sebagai bungkusnya. Hal ini adalah contoh yang sangat sederhana.
Problem Makro dan Mikro tentang lingkungan.
Pencematan yang diakibatkan oleh sampah, sudah menyebar dimana-mana. Tak hanya di darat, di perairan sungai dan laut atau pun di udara. Sampah dapat berbentuk cair, padat ataupun gas.
Permasalah makro tentang tentang lingkungan, alam semesta yang merupakan permasalah secara global yang berdampak pada perubahan ekologi, tentu harus melibatkan semua negara. Karena hal ini akan berdampak kepada semua mahluk hidup, Permasalah secara makro seperti halnya pengelolaan sampah, pencemaran sampah di laut/sungai, polusi udara, gas rumah kaca. Tentu permasalahan ini sangat komplek, harus dikerjakan bersama-sama dan bukan sama-sama kerja. Permasalah ini tentunya adalah wewenang pemerintah.
Sedangkan permasalah mikro, seperti limbah sampah keluarga, pengelolaan lingkungan hidup di kalangan komunitas tingkat RT sampai ke desa atau pondok pesantren, permasalahan energi, permasalahan air dapat dilakukan oleh komunitas tertentu (Community base solution). Artinya bahwa penanganan ini perlu dilakukan dari tingkat bawah. Bila hal ini dilakukan bersama, tentu permasalahan bisa diatasi atau paling tidak mengurangi.
Sekali lagi tentang edukasi.
Tulisan saya sebelumnya, mengenai sampah dan berkah juga menyinggung tentang edukasi. Tentu edukasi adalah jangka panjang, bukan instan, namun akan menghasilkan sumberdaya manusia yang memahami tentang lingkungan, Melalui proses, tentu selain jangka panjang, juga diperlukan jangka pendek, solusi apa yang diperlukan untuk menangani hal tersebut.
Dalam edukasi merupakan salah satu cara merubah perilaku dan menambah wawasan atau pengetahuan. Perlu dikembangkan tentang pola hidup “greed culture” atau sifat hidup ketamakan dan diarahkan menjadi “green culture” yaitu hidup yang damai, berkelanjutan dan ramah lingkungan. Karena pendukung kehidupan semua terbatas, baik sumber daya alam yang selama ini menyokong kehidupan manusia.
Ada celetukan ibu-ibu tentang lingkungan. Karena kaum hawa ini mengetahui isu yang ada di keluarga, baik Pendidikan anak-anak, ekonomi dan juga lingkungan. Celetukan itu sangat masuk akal. Katanya, mumpung musim kemarau saat ini, dilakukan pengerukan saluran air, pengumpulan sampah mulai dari RT. Sehingga saat musim hujan deras tiba, dapat mengurangi banjir. Karena sampah yang berserakan saluran yang kian dangkal, adalah salah satu penyebab banjir. Sampah hanyut menutupi saluran.
Harapannya ke depan muncul komunitas muda yang memahami masalah ini, terutama dari anak-anak yang duduk dibangku sekolah atau perguruan tinggi, dan atau dari pondok pesantren, muncul generasi yang Amanah. Semuanya itu selain melalui pendidikan, juga aksi nyata yang dilakukan dan anak-anak dapat mencontoh apa yang dilakukan oleh para senior. Sehingga pendidikan harus dilakukan sesuai dengan perkembangan jaman atau isu lingkungan yang sedang terjadi. Hal ini sesuai dengan pesan Ali Bin Abu Thalib “Didiklah anak sesuai dengan zamannya, karena mereka lahir dan hidup pada zamannya bukan pada zamanmu”.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Berkunjung ke Negeri King-Kong
Selasa, 3 Oktober 2023 18:41 WIBPara Dokter, Where Are You?
Senin, 25 September 2023 16:10 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler